Kesejahteraan Guru Honorer dan (Mimpi) Generasi Emas

 


Nelson Mandela pernah berkata, pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah wajah dunia. Melalui proses pendidikan, seseorang akan mampu menjadi manusia seutuhnya sehingga memiliki kecenderungan untuk memanusiakan lainnya. Demikian halnya dengan Kaisar Hirohito yang memandang guru sebagai ujung tombak kemajuan sebuah bangsa. Guru merupakan salah satu elemen penting yang sangat menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa. Semakin besar dukungan pemerintah kepada sosok guru, semakin besar pula peluang sebuah bangsa dalam melakukan lompatan – lompatan di berbagai bidang.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia ?  Diakui atau tidak, kondisi para guru di tanah air belum sepenuhnya menggembirakan. Adanya dikotomi antara guru PNS dan guru honorer menjadi salah satu hambatan bagi bangsa Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa – bangsa lainnya. Kenyataan menunjukkan, masalah kesejahteraan guru honorer menjadi pekerjaan rumah yang entah kapan dapat diselesaikan. Padahal, sebagaimana guru PNS, para guru honorer juga mengemban tugas dan tanggungjawab yang sangat berat dalam mendidik tunas – tunas bangsa. Sayangnya, ganjaran atau penghargaan yang mereka terima atas dedikasinya masih jauh dari harapan. Banyaknya guru honorer dengan penghasilan yang sangat rendah seharusnya menjadi perhatian pemerintah apabila kita benar – benar ingin menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.

Di sisi lain, lahirnya generasi emas sebagaimana kita harapkan nampaknya kian jauh panggang dari api apabila melihat bagaimana cara pemerintah dalam mengelola kaum guru. Diluncurkannya program Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja atau PPPK sama sekali tidak menyelesaikan permasalahan sebagaimana mestinya. Alih – alih membantu guru honorer di sekolah negeri untuk meningkatkan kesejahteraannya, program tersebut  justru menimbulkan banyak permasalahan baru. Program yang pada awalnya diperuntukkan bagi guru honorer yang telah lama mengabdi di sekolah negeri, justru diperbolehkan diikuti oleh guru – guru sekolah swasta sehingga kesempatan guru honorer negeri untuk meningkatkan pendapatan mereka menjadi semakin kecil.

Kondisi ini diperparah dengan berubah – ubahnya aturan terkait rekrutment tenaga PPPK. Hingga saat ini, masih banyak guru yang sudah dinyatakan lolos seleksi namun belum jelas penempatannya. Tak sampai disitu, ketidakjelasan anggaran yang digunakan untuk menggaji tenaga PPPK ini pun menjadi permasalahan serius. Pemerintah pusat mengklaim bahwa anggaran untuk menggaji tenaga PPPK sudah disediakan oleh pusat dan ditransfer ke pemerintah daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Sementara pemerintah daerah merasa bahwa anggaran yang dikucurkan oleh pusat jauh dari nominal yang dibutuhkan sehingga mereka harus menambal kekurangannya. Padahal, kemampuan keuangan setiap daerah tidaklah sama. Alhasil, banyak daerah yang enggan untuk mengajukan formasi sesuai dengan kebutuhan karena khawatir tidak mampu membayarnya.

Mengingat pentingnya kehadiran guru honorer di sekolah serta tingginya dedikasi mereka dalam mendidik tunas – tunas bangsa, saya menghimbau kepada pemerintah untuk serius dalam meningkatkan kesejahteraan para guru honorer tanpa dibebani berbagai persyaratan yang memberatkan. Pemerintah hendaknya menjadikan pendidikan sebagai bidang prioritas dan menjadikan guru sebagai ujung tombak pembangunan bangsa. Berbagai proyek mercusuar yang menghabiskan anggaran sangat besar namun diragukan kebermanfaatannya sudah saatnya ditinjau ulang. Sudah saatnya pemerintah “kembali ke jalan yang benar” dengan memuliakan para guru honorer yang sangat besar jasanya bagi bangsa ini.

 

Share:

0 $type={blogger}:

Posting Komentar

Sekolah

Unordered List

Pages

Sample Text

Visitor

Flag Counter